Di mata dua LSM tersebut, kegagalan pemberangkatan calon haji kali ini, bukan kesalahan pertama yang dilakukan Depag. Selama ini, Depag biasa menaikkan ongkos haji tanpa penjelasan maupun menyebabkan terbengkalainya jemaah haji dalam urusan pemberangkatan dan kepulangan.
Pembatalan keberangkatan calon jemaah haji kali ini tentu saja membuat kecewa mereka yang gagal berangkat. Meskipun Depag telah menyatakan bahwa yang terjadi adalah penundaan --bukan pembatalan--, karena jemaah yang gagal berangkat tahun depan akan diberangkatkan pada tahun berikutnya. Tapi, banyak faktor-faktor secara immateriil yang tidak dapat digantikan dengan materi, seperti faktor usia dan kesehatan.
Atas kerugian-kerugian calon jemaah haji tersebut, Consumer Protection dan Monopoli Watch akan melayangkan gugatan terhadap Depag. "Kira-kira tahun depan kita akan menggugat dan gugatannya atas nama Monopoly Watch" ujar Girry Gemilang Sobar, dari Komite Eksekutif Monopoly Watch.
Monopoli Watch dan Consumer Protection akan mendasari gugatannya pada pelanggaran hak konsumen dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh Depag.
Walaupun dalam rapat bersama komisi VI DPR beberapa waktu lalu, Said Agil telah menjelaskan bahwa calon jemaah yang tidak berangkat tidak akan dikenai biaya tambahan, namun ditakutkan dalam prakteknya tidak demikian. Pasalnya, ketentuan dalam Keppres No 45 Tahun 2003 tentang Biaya Penyelengaraan Ibadah Haji Tahun 2004 menyebutkan adanya kutipan biaya administrasi sebesar 1%.
Pasal 6 ayat 1 Keppres No.45 Tahun 2003 itu menyebutkan,calon jemaah haji yang telah membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji yang karena sesuatu hal tidak dapat berangkat menunaikan ibadah haji, dikembalikan dengan dikenakan biaya adiministrasi satu persen.
Soal paspor
"Di dalam Undang-undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak diatur secara jelas mengenai penggunaan paspor coklat yang dikeluarkan oleh Depag. Persoalan ini menjadi bias dan Depag bisa mengambil keuntungan" jelas Girry.
Di dalam Pasal 17 ayat(1) UU No.17 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji hanya dijelaskan bahwa setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji menggunakan paspor haji yang dikeluarkan menteri.
Masalah lain yang akan menjadi dasar gugatan dua LSM tersebutadalah perilaku monopoli yang terintegrasi antar instansi pemerintah. Sebut saja masalah penetapan harga absolut. Dengan ditetapkan harga dari Depag, konsumen tidak punya hak untuk memilih. Girry menjelaskan, seharusnya diberikan indepedensi bagi para pengusaha penyelenggara haji untuk menentukan harga. Sementara Depag hanya mengeluarkan Keppres sebagai standarisasi saja. Tentu saja seiring dengan independesi tersebut tetap harus ada badan pengawas.
Perilaku anti persaingan disinyalir juga dilakukan Depag lewat penetapan kuota bagi penyelenggara haji ONH Plus. Kuota ONH Plus saat ini hanya sebesar 12.000 sedangkan tahun lalu saja mencapai 20.000. Penurunan yang drastis bagi ONH Plus ini dinilai sebagai kebijakan yang diskriminatif.
Diluar masalah diatas, Girry menambahkan, Keppres yang dijadikan pedoman selama ini seharusnya menjadi wilayah kebijakan dari Presiden dan Komisi VI, bukan hanya kebijakan Depag semata. Namun, sampai saat ini Presiden tidak pernah menyentuh masalah haji ini.
Selain persoalan gugat-menggugat ini, hari ini (22/12) di depan kantor Depag, belasan anggota Himpunan Mahasiswa
Arsip:
No comments:
Post a Comment