Saturday 25 August 2007

Terbentur Kebijakan Arab Saudi - Pemerintah Tunjuk Garuda

Penunjukan Garuda Indonesia sebagai National Carrier untuk musim haji 2005, menuai berbagai sorotan. Adakah yang salah? Pengadaan angkutan penerbangan untuk musim haji 2005 terus disorot tajam. Beragam kritik dan tudingan pun terlontar. Pasalnya, pemerintah telah menunjuk Garuda sebagai National Carrier. Tudingan yang muncul, mulai dari monopoli hingga terjadinya persekongkolan antara Departemen Agama dengan PT Garuda Indonesia.

Untuk menepis hal itu, Menag Said Agil Husin Al-Munawar, menetapkan agar pengadaan angkutan haji 2005 ditenderkan saja. Namun hal itu urung terlaksana. Said beralasan bahwa setelah melakukan pembahasan dengan Departemen Perhubungan, tampaknya tender tersebut tak mungkin dilakukan.

Mengapa demikian? Sebab terbentur dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang memberlakukan satu National Carrier dari setiap negara. Jika Saudi Arabia Airlines (SAA) kalah dalam tender, maka setiap jamaah Indonesia akan dikenai royalti sebesar 100 dolar AS. Itulah sebabnya untuk tahun ini Garuda masih menjadi pilihan.

Sementara itu, Garuda sendiri melakukan tender terbuka pada 24 Juni hingga 15 Juli 2004, untuk mengajak operator lain baik domestik maupun luar negeri dalam rangka pengadaan angkutan haji pada musim haji 2005. Kenyataan ini nyatanya tak menyurutkan lontaran kritis.

Ketua Komite Independen Pemantau Haji Indonesia, Hengky Hermansyah, menyatakan seharusnya pilihan tunggal pemerintah ke pihak Garuda mestinya tak terjadi. Sebelumnya, penyediaan angkutan haji pernah dilakukan oleh dua maskapai penerbangan, yaitu Garuda dan Merpati Nusantara Airlines (MNA).

Namun, entah mengapa bisa terhenti. Dan tampaknya, kata dia, pihak MNA terus berupaya untuk turut ambil bagian sebagai operator haji hingga kini. Kemudian pada tahun lalu, muncul Indonesian Airlines. Ini menjadi pertanda bahwa sejumlah operator dalam negeri ingin berperan dalam pengadaan angkutan haji.

Menurut Hengky, jika single designator yang sekarang berada di pihak Garuda tetap berlanjut, tentu akan bertentangan dengan UU No 5 tahun 1999, pasal 17 ayat 1 dan 2 (c) tentang monopoli. Mestinya pemerintah merangkul kekuatan maskapai nasional sebagai aset bangsa. Dan mempersatukannya dalam satu wadah dan satu nama.

''Langkah tersebut menghindari beragam bendera maskapai dan layanan. Dengan satu wadah tersebut, tentu banyak yang dapat dioptimalkan. Tak hanya keuntungan yang diberikan kepada maskapai nasional, tetapi juga pelayanan dengan standarisasi yang jelas kepada jamaah haji,'' katanya.

Sementara itu, CEO Monopoly Watch, Girry Gemilang Sobar, juga urun rembug dalam masalah ini. Ia mengakui bahwa tender yang dilakukan oleh Garuda merupakan kegiatan yang mendukung terciptanya iklim sehat di sektor bersangkutan.

Meski transparansi telah dilakukan, namun mekanisme tender haruslah benar-benar bersandar pada asas persaingan usaha sehat. Jangan sampai mekanisme yang diterapkan hanya menciptakan persaingan semu belaka. Ia mencermati bahwa mekanisme tender Garuda mengarah kepada persaingan semu.

Ia menyoal kelaikan Garuda sebagai penyelenggara tender operator penerbangan. Soalnya, Garuda merupakan pelaku usaha penerbangan tunggal pada musim haji sebelumnya. Juga mengenai penetapan peserta yang memiliki klasifikasi tahun dan jenis pesawat.

Menurut Girry, Garuda menetapkan klasifikasi tahun 1982 untuk pesawat Boeing 747 series dan tahun 1990 jenis boeing 767-300ER dan Airbus 330 series atau A340 series. Dan penetapan tender yang memiliki rute penerbangan, hal ini berkaitan dengan landing permit operator penerbangan.

Hingga kini, kualifikasi tersebut hanya dimiliki oleh Garuda yang selama ini menjadi operator penerbangan tunggal dalam penerbangan haji. Masalah ini justru bertentangan dengan asas-asas tender dalam persaingan usaha yang sehat.

''Ini menjadi indikasi awal sebagai tender yang mengarah pada persengkongkolan antara Depag dengan Garuda. Adanya persyaratan penentuan tahun dan jenis pesawat merupakan kegiatan yang dilarang yang menyebabkan persaingan semu dalam tender,'' katanya.

Tudingan ini dibantah. Kepala Divisi Umrah dan Haji, PT Garuda Indonesia, Tito Warsito menyatakan tudingan persekongkolan itu tak dapat diterima. Karena Garuda telah mengadakan tender terbuka, yang ditujukan kepada sekitar 50 operator baik domestik maupun luar negeri. Paling tidak, telah ada sepuluh operator yang mengambil tender bid.

Ia mengaku tak habis pikir mengapa banyak pihak yang memandang Garuda dan Depag melakukan hal yang tak benar. Mengenai kualifikasi tahun dan jenis pesawat memang diperlukan.'' Jika jenis pesawat yang disediakan tak sesuai dengan kualifikasi, bagaimana jamaah haji Indonesia akan sampai ke Jeddah,,'' katanya kepada Republika di Jakarta, pekan lalu.

Ia menambahkan bahwa semuanya telah disetujui oleh DPR. Dengan demikian, sebenarnya tak perlu dipermasalahkan lagi. Pertama, karena telah disetujui oleh DPR dan Garuda telah melakukan tender secara terbuka yang mengikutsertakan operator domestik maupun luar negeri.

Seperti dikutip Antara, Direktur PT Garuda Indonesia, Indra Setiawan, menolak jika tender pengadaan 17 pesawat untuk angkutan haji 2005 ini merupakan persekongkolan dengan Depag. Menurutnya, ia tak ingin membantah karena faktanya jelas. Ia pun tak mau mengatakan bahwa tuduhan itu salah alamat.

Ia menuturkan bahwa tender yang dilakukan merupakan konsekuensi, karena pihaknya tak memiliki pesawat untuk keperluan angkutan haji. Dan ini merupakan penugasan dari Depag kepada maskapai yang direkomendasikan (designated airlines) dalam suatu negara.

Garuda ditunjuk sebagai designated airlines di Indonesia dan Saudi Airlines untuk Saudi. Ini adalah 'G to G' kedua negara, sama sekali bukan keinginan pihaknya. Oleh karena itu tidak etis, tegas Indra, bila dalam pelaksanaan tender pengadaan haji tersebut, kemudian timbul tuduhan persekongkolan antara Garuda dengan Depag. (fer )

Arsip: Sabtu, 17 Juli 2004

Sumber:

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=166829&kat_id=301&kat_id1=&kat_id2


No comments: