Saturday 25 August 2007

Direktur Keuangan Pertamina Resmi Dinonaktifkan

Jakarta, Sinar Harapan-Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero), Rabu (9/3) pagi ini resmi mengeluarkan surat untuk menonaktifkan Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone. Dewan Komisaris juga telah meminta penjelasan dari mantan komisaris dan direksi yang waktu itu terlibat penjualan dua unit VLCC (Very Large Crude Carrier). Selanjutnya, akan disusun laporan untuk rapat pemegang saham yang direncanakan digelar paling lama sebulan mendatang.

Hal itu ditegaskan oleh Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Martiono yang dihubungi SH di Jakarta, Rabu (9/3) pagi. ”Khusus yang berkaitan dengan Direktur Keuangan (Alfred Rohimone – Red), hari ini Dewan Komisaris sudah mengeluarkan surat untuk menonaktifkan Direktur Keuangan. Itu salah satu pekerjaan rumah bagi kita sesuai putusan KPPU,” katanya.
Martiono menjelaskan, selaku Ketua Dewan Komisaris, pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pihaknya ada tiga hal yakni butir 6, 7 dan 8 dari putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Untuk butir 8 sudah dijalankan yaitu penonaktifan Direktur Keuangan.

Dewan Komisaris Pertamina, katanya, menyadari bahwa KPPU dibentuk dengan Undang-Undang sehingga bisa dipandang sebagai institusi yang sah. Dengan demikian keputusan KPPU juga harus diperhatikan. Selain itu, Anggaran Dasar (AD) Pertamina juga mengatur bahwa Dewan Komisaris dapat memberhentikan sementara anggota Dewan Direksi. Jadi, dua pertimbangan itu yakni keputusan KPPU dan Anggaran Dasar Pertamina menjadi pijakan bagi Dewan Komisaris.

Terkait dengan putusan KPPU butir 6 dan 7, dimana disebutkan Pertamina harus memberikan laporan tertulis kepada rapat pemegang saham, Martiono menyampaikan pihaknya juga berupaya mengumpulkan data dan informasi. Dia mengakui sudah bertemu dan meminta penjelasan dari mantan komisaris dan direksi yang terlibat dalam penjualan dua unit super tanker itu.

”Itu sudah saya lakukan dan setelah itu tentu ada rapat untuk mencoba menyusun laporan untuk disampaikan kepada pemegang saham dalam hal ini Menteri Negara BUMN,” paparnya.

Ketika SH menanyakan kapan rapat pemegang saham atau RUPS Pertamina akan digelar, dirinya tidak memberikan tanggal pasti. ”Kami memang diberikan waktu satu bulan untuk melaksanakan RUPS. Tetapi kalau bisa kurang dari sebulan bukankah itu lebih bagus? Saya juga ingin segera menuntaskan masalah ini” kata Martiono.

Efek Jera
Sementara itu, Monopoly Watch dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Komite Eksekutif, Samuel Nitisaputra, dan Chief Executive Officer, Girry Gemilang Sobar, di Jakarta, Selasa (8/3), meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan aparat kepolisian segera menindaklanjuti temuan pelanggaran persaingan usaha seperti yang diputuskan oleh KPPU. Putusan KPPU menurut Monopoly Watch, dinilai belum memberikan efek jera. Oleh karenanya harus ditindaklanjuti hingga berujung pada pembatalan tender penjualan tanker Pertamina serta denda maksimal atas pelanggaran itu.

”Kita mendesak Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN untuk menjadikan kasus ini pelajaran bagi upaya efisiensi di Pertamina, menghilangkan praktek-praktek sejenis yang terjadi terus-menerus di tubuh Pertamina,” kata Samuel.
Monopoly Watch, katanya, menerima dengan catatan putusan KPPU itu. Alasannya, putusan itu belum sepenuhnya menimbulkan efek jera dan dapat dipahami secara komprehensif bagi para pelaku usaha agar mematuhi UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat.

Bila pelaku usaha yang dikenai sanksi seperti Goldman Sachs (Singapore), Frontline Ltd dan PT Equinox berniat menggugat KPPU, pihak Monopoly Watch akan mengawasi proses pengadilan. Samuel berharap pengadilan nantinya justru memperberat sanksi yang telah diberikan oleh KPPU dengan membatalkan tender penjualan tanker Pertamina itu dan menjatuhkan denda maksimal. (rvs)


Arsip: 9 Maret 2005


Sumber:

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/09/sh02.html

No comments: