Saturday 25 August 2007

Menteri Agama Bakal Digugat ke Pengadilan

SURABAYA -- Badan Koordinasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (Bakor KBIH) berencana menggugat Menteri Agama Agil Husin al-Munawar ke pengadilan. Gugatan perwakilan (class action) itu dilakukan untuk menuntut pertanggungjawaban dari menteri itu atas kerugian yang dialami jemaah haji yang batal berangkat akibat ketidaksiapan pemerintah.

Koordinator Bakor KBIH Surabaya Muchlis Sardjono mengatakan, keputusan untuk menggugat Menteri Agama adalah hasil pertemuan seluruh KBIH se-Surabaya yang mewakili 422 pendaftar haji kuota perebutan nasional di
kota itu. Rencana gugatan, kata dia, akan dikukuhkan hari ini, Selasa (22/12). "Mereka merasa dirugikan oleh keputusan Menteri Agama yang membatalkan haji mereka," kata Muchlis seusai acara pertemuan antara Bakor KBIH dengan Kepala Departemen Agama Surabaya.

Padahal, dalam
surat kronologis melalui kantor Departemen Agama di daerah, paparnya, Menteri Agama menyampaikan bahwa yang dibatalkan hanya kuota tambahan dari Arab Saudi. "Surat itu tidak menyebutkan soal pembatalan kuota yang diperebutkan secara nasional," ungkap Muchlis.

Ganjalan lain,
surat Menteri Agama dan Dirjen Haji tidak sinkron. Dalam surat Menteri Agama itu disebutkan perjanjian kerja sama penambahan kuota dengan pemerintahan Arab Saudi dilakukan pada 19 September. "Tapi kenapa kuota perebutan nasional pada 1 Agustus ikut dibatalkan," paparnya.

Bakor KBIH mendesak agar di masa mendatang persoalan haji diurus tersendiri oleh badan yang independen. "Terpisah dengan Depag," kata Muchlis. Selama ini persoalan haji ditangani banyak pihak, mulai dari imigrasi, kesehatan, Departemen Perhubungan, dan Departemen Agama. "Ke depan soal haji harus dilakukan secara profesional."

Rencana untuk menggugat Menteri Agama juga datang dari Monopoly Watch. Ketua Informasi Monopoly Watch, Girry Gemilang Sobar, menyatakan ada perilaku tidak fair dalam penyelenggaraan haji tahun ini. "Berdasarkan catatan kami, Menteri Agama memiliki catatan sangat buruk dalam menentukan kebijakan," katanya di
Jakarta kemarin.

Bersama biro haji dan jemaah haji yang dirugikan, Monopoly Watch mengajukan gugatan terhadap pemerintah
Indonesia. Selain dirugikan secara material, jemaah haji juga rugi imaterial seperti faktor usia, waktu, harga diri, dan martabat.

Monopoly Watch, kata Girry, berpendapat selayaknya Departemen Agama tidak mengatur secara teknis apa saja kebutuhan umat. Dalam penyelenggaraan haji misalnya, Departemen Agama seharusnya hanya menentukan standar dan prosedurnya. "Meski sudah ada undang-undang penyelenggaraan haji, secara teknis Menteri Agama masih menggunakan keputusan presiden," kata Girry.

Karena itu, Monopoly Watch tidak hanya menggugat Menteri Agama, tetapi juga Komisi Pendidikan dan Agama DPR yang membuat undang-undang, dan Presiden yang mengeluarkan Keputusan Presiden 45/2003 tentang pembiayaan ibadah haji 2004.

Girry menambahkan, secara administratif kegagalan penyelenggaraan haji tahun ini adalah kesalahan seorang menteri yang harus diberi sanksi. Dewan harus menentukan sikap terhadap pelanggaran ini dan berperan aktif dalam membenahi kultur instansi yang penuh dengan tindak korupsi dan kolusi.

Lagi pula, paparnya, kebijakan Menteri Agama berdampak sangat luas, baik calon jemaah haji maupun pelaku usaha. Perilaku diskriminatif ini terlihat pada usaha sektor penyelenggaraan haji. "Seperti pembagian kuota yang tidak merata pada biro haji," katanya.

Penguasaan bidang transportasi dalam penyelenggaraan haji juga dipegang satu perusahaan jasa penerbangan. Pemerintah juga menetapkan ongkos naik haji yang terlalu besar, yakni ONH plus sebesar US$ 4.500 dan US$ 2.600 untuk ONH biasa. Padahal, di Malaysia cukup dengan biaya US$ 2.400.

Dari hasil survey Monopoly Watch di beberapa biro penyelenggaraan haji, sebenarnya dengan ongkos US$ 2.000 sudah bisa mendapatkan pelayanan layaknya ONH plus. "Itu pun biro haji telah mengambil untung antara US$ 100-300," katanya.

Monopoly Watch juga mempersoalkan Keppres 45/2003 tentang biaya penyelenggaraan haji. Meski diatur soal penggantian uang bagi jemaah yang gagal berangkat, tidak diatur mengapa hal itu bisa terjadi. Jemaah yang ingin mengambil uangnya juga dikenakan biaya potongan sebesar satu persen.

Sementara itu di
Jakarta, belasan anggota Himpunan Mahasiswa Islam melakukan aksi protes di Departemen Agama. Di tengah guyuran hujan yang cukup deras, mereka menuntut Agil Husin al-Munawar mundur dari jabatannya. Mereka meneriakkan "Allahu akbar" sambil membawa poster bertulisan "Menteri Agama Gagal, Segera Mundur", "Menteri Agama Tukang Gali Harta Karun", dan "Tukang Bohongi Umat Islam". Poster lainnya bertulisan "Jangan Salahkan Pemerintah Saudi untuk Tutupi Kesalahan Menteri Agama". adi mawardi/poernomo g. ridho)


No comments: