Wednesday, 5 March 2008

KPPU dan JERATAN TEMASEK

Dunia usaha nasional kini menghadapi ketidakpastian hukum khususnya di sektor telekomunikasi, hal ini disebabkan oleh masih lemahnya penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Belakangan ini KPPU sebagai Lembaga Independen yang diamanatkan sebagai pengawas persaingan usaha kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya perilaku KPPU cenderung dianggap kontroversial, terutama saat KPPU belum lama ini memeriksa dan memutuskan Kelompok Usaha Temasek telah melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini oleh Monopoly Watch, LSM yang mengawasi persaingan dunia usaha menilai adanya faktor ketidakmandirian di tubuh KPPU. Berikut petikan wawancara tim redaksi Tabloid SIDAK dengan Girry Gemilang Sobar, Direktur Eksekutif Monopoly Watch

Menurut anda bagaimana penegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia saat ini?
Saat ini, penegakkan hukum persaingan usaha masih sangat lemah. Salahsatu faktor utama yang menyebabkan persaingan usaha tidak kompetitif adalah pemerintah itu sendiri, karena hampir 80% kebijakan pemerintah mengarahkan dunia usaha nasional semakin tidak kompetitif dan tumpang tindih. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak serius dalam hal penegakkan hukum persaingan usaha sehat, khususnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bagaimana peranan KPPU terhadap penegakkan UU No. 5 Tahun 1999?
KPPU tidak memiliki peran yang signifikan terhadap penegakkan UU tersebut, karena tergantung pemerintahnya mau menciptakan iklim usaha yang kondusif atau tidak. Apalagi KPPU yang belakangan menjadi sorotan publik, hal ini diakibatkan KPPU tidak mampu menegakkan hukum persaingan itu sendiri. Beberapa putusan perkara yang dikeluarkan oleh KPPU cenderung tidak membuat efek jera bagi pelaku usaha yang melanggar. Belum lagi kepentingan politik yang masih mendominasi dunia usaha, yang mengakibatkan vested of interest tersendiri. Seperti di KPPU, yang seharusnya menjadi institusi independen, tetapi sangat rentan disusupi oleh kepentingan partai.

Apa indikasinya, jika KPPU rentan terhadap kepentingan partai politik?
Indikasinya sangat kuat, dimana saat ini KPPU tidak independen, baik secara insitusi maupun putusan perkara yang dikeluarkan. Padahal dalam verifikasi pencalonan anggota KPPU, salahsatu syaratnya adalah tidak terafiliasi dengan partai politik. Hal ini juga tidak menjadi perhatian pihak Eksekutif dan Legislatif, padahal mereka memiliki keterkaitan dalam proses verifikasi anggota KPPU periode 2006-2011. Ini juga merupakan indikasi bahwa pemerintah dan Komisi VI DPR RI tidak mendukung penegakkan UU No. 5 tahun 1999

Belakangan ini, KPPU menjadi sorotan publik dalam pemeriksaan perkara kasus Temasek, bagaimana menurut anda?
Memang sektor telekomunikasi menjadi perhatian publik, setelah KPPU memeriksa dan memutuskan Temasek telah melakukan pelanggaran terhadap UU No.5 tahun 1999. Inilah akibat ketidakmandirian KPPU dalam mengawasi dunia usaha nasional, khususnya di sektor yang bersangkutan. Unsur politis merupakan penyebab utamanya, padahal masih banyak pelanggaran di sektor lain yang seharusnya menjadi concern KPPU.

Bagaimana menurut anda mengenai putusan perkara KPPU pada perkara kasus Temasek?
Putusan Perkara No 07 /KPPU-L/2007 mengenai cross ownership Temasek, memang sangat tidak komprehensif. Karena KPPU tidak menjelaskan dan tidak membuktikan bahwa akibat cross ownership-nya Temasek menimbulkan barrier to entry bagi pelaku usaha sebagai pesaing potensialnya. Dalam putusan perkara tersebut KPPU menyatakan bahwa Temasek dikenai pasal 17 (Monopoli), Pasal 25 ayat 1 huruf b (Penyalahgunaan Posisi Dominan), dan Pasal 27 huruf a (Kepemilikan Saham). Dan KPPU juga memerintahkan kepada Temasek untuk melepaskan sahamnya di PT Telekomunikasi Selular Indonesia (Telkomsel) atau PT Indosat, akan tetapi KPPU mensyaratkan bahwa pelepasan saham dibatasi untuk masing-masing pembeli maksimal 5% dari total saham yang dilepas dan tidak berasosiasi dengan Temasek maupun pembeli lainnya. Syarat tersebut sangat meragukan bagi proses pelaksanaannya nanti. Artinya KPPU sangat membatasi nilai saham yang akan dilepas, artinya KPPU masih meragukan putusannya sendiri. Harusnya KPPU memberikan putusan yang memberikan efek jera pelaku usaha terkait, bukan memberikan putusan yang mengakibatkan adanya kepastian hukum dan atau menimbulkan masalah yang besar yang akan dihadapi oleh sektor usaha yang bersangkutan. Misalnya, pada poin putusan yang memerintahkan PT Telkomsel untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku. Perintah untuk menurunkan harga ini, belum diimbangi dengan kesiapan pemerintah dalam hal regulasi tarif layanan selular, sehingga penurunan tarif ini memiliki kecenderungan mengarahkan pelaku usaha untuk bersaing secara tidak sehat dalam hal tarif layanan selular ini. Jika Telkomsel melakukan penurunan harga 15% dari tarif yang berlaku sebelumnya, maka operator lain cenderung akan melakukan perilaku yang sama. Dampak negatif dari perilaku ini tentunya bagi operator baru. Ini bisa disebut entry barrier, dimana jika operator baru tidak bisa bertahan dengan kondisi tarif yang berlaku saat ini, tentunya operator tersebut akan meninggalkan sektor usaha yang bersangkutan karena harus terus bersaing dengan posisi dominan dan price leader saat ini. Hal ini juga berdampak bagi konsumen selular di Indonesia, perang tarif yang berlaku justru membingungkan konsumen untuk menetapkan pilihannya, karena konsumen di sektor ini bukanlah konsumen yang loyal. Sesaat memang konsumen diuntungkan jika tarifnya murah, tetapi jika tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan, ini masalah baru lagi.


Apa dampak putusan KPPU terhadap sektor Telekomunikasi Indonesia?

Dampaknya sangat buruk bagi perkembangan sektor Telekomunikasi nasional, jika KPPU tidak independen dalam memeriksa dan memutuskan perkara kasus persaingan usaha tidak sehat di sektor bersangkutan. Karena hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum di sektor tersebut, karena putusan tersebut akan membawa masalah baru pada sektor usaha yang bersangkutan. Belum lagi KPPU yang saat ini tengah mengawasi masalah tarif selular, ini membuktikan KPPU tidak komprehensif dalam pengawasannya. Padahal masalah tarif seharusnya menjadi kajian dari putusan perkara Temasek.

Jika KPPU tidak independen dan kredibel, apa yang harus dibenahi?
Yang jelas, KPPU harus dibenahi dari dalam yaitu beberapa anggota KPPU yang terafiliasi dengan Partai Politik harus segera mengundurkan diri agar institusi KPPU tidak rentan disusupi oleh kepentingan parpol. Hal ini juga harus menjadi concern pemerintah dan Komisi VI DPR RI agar ke depan dunia usaha kita bisa bersaing dengan sehat dan dunia usaha nasional tidak lagi di campuri oleh urusan politik.

Sumber: Tabloid SIDAK Edisi II/ Februari/ 2008

No comments: