Wednesday, 7 November 2007

Collusive Tendering Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Indramayu

Oleh: Girry Gemilang Sobar*

Otonomi daerah tidak dapat terimplementasi dengan baik bagi kemakmuran masyarakat, jika pengelolaan daerah tidak menjunjung tinggi prinsip-prinsip pemerintahan baik dan bersih. Ironi-nya, pengelolaan pemerintah di daerah cenderung di bawah kendali pelaku usaha yang anti persaingan. Dimana pelaku usaha dapat melakukan intervensi pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan daerah yang berlaku.

Bahkan di Kabupaten Indramayu, hampir seluruh stakeholder berperan dalam melaksanakan pembangunan yang semu. Sangat mengherankan di era reformasi ini, pelaku usaha yang anti persaingan justru didukung oleh pejabat, mantan pejabat panitia pelelangan, aktivis LSM, bahkan wartawan. Sebut saja AH, pelaku usaha yang tinggal di wilayah Bandung dengan identitas Kabupaten Indramayu. Ia memiliki aktivitas usaha sebagai perantara usaha bagi proyek pemerintahan kabupaten Indramayu. Munculnya pelaku usaha tersebut, bukan karena sentimen pelaku usaha lain. Akan tetapi, terbukti ia bersama perusahaan ’fiktif’ dan kerabatnya melakukan perilaku usaha yang tidak sehat hampir di semua proyek pemerintahan daerah Indramayu. Sebut saja, proyek kantor kebudayaan dan pariwisata, dinas pertambangan dan lingkungan hidup, dinas pendidikan nasional, dinas kesehatan, sekretariat daerah bagian perlengkapan dan sebagainya.

Perilaku anti persaingan ini memiliki dampak pada perkembangan daerah, apalagi didukung oleh perilaku birokrat yang rente. Tentunya ini akan merusak tatanan daerah dalam konteks otonomi daerah. Kemajuan daerah tidak saja ditentukan oleh adanya pembangunan, akan tetapi partisipasi aktif dari seluruh stakeholder khususnya partisipasi aktif dari masyarakat yang merupakan elemen pembangunan setempat.

Berikut beberapa catatan yang mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap persaingan usaha tidak sehat di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintahan Kabupaten Indramayu:

1. Panitia lelang/ tender tidak memiliki etos kerja yang profesional dan cenderung kolusif

2. Panitia lelang/ tender tidak cermat dan teliti dalam melakukan verifikasi dokumen peserta lelang/ tender

3. Perusahaan pemenang lelang/ tender terbukti telah melakukan pemalsuan dokumen

4. Fungsi pengawasan kurang efektif, karena seluruh stakeholder mengindahkan kebijakan pemerintahan tentang pengadaan barang & jasa pemerintah

5. Pelaksanaan lelang/ tender cenderung tidak membuka ruang bagi pelaku usaha pada sektor bersangkutan untuk bersaing secara sehat dan kompetitif dan atau berperilaku anti persaingan

Kurangnya kesadaran terhadap terciptanya otonomi daerah dalam koridor pembangunan dan pengembangan daerah, memiliki kecenderungan akan menciptakan birokrat yang berperilaku rente yang menciderai otonomi daerah. Memang bukanlah sebuah perjalanan singkat dalam meningkatkan kesadaran hukum para birokrat, pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu disegerakan upaya hukum bagi pihak-pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran, khususnya terhadap Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah dan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar kepastian hukum usaha dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang anti persaingan.


*Pemerhati Persaingan Bisnis
Komite Eksekutif Monopoly Watch


Sumber: Majalah Majelis MPR RI, Edisi 6 Oktober 2007

No comments: